Serang – Usai Kick Off Sosialisasi RKUHP oleh Menteri Hukum dan HAM pada 23 Agustus 2022 lalu, Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, gencar menggelar sosialisasi dan dialog publik secara masif terkait isi rancangan undang-undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP).
Hari ini, digagas oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), digelar Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Aula Badan Pembinaan Hukum Nasional dengan menghadirkan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej sebagai Pembicara.
Terselenggara secara hybrid, Sosialisasi juga turut dilakukan secara daring melalui Aplikasi Zoom Meeting yang diikuti oleh jajaran Kantor Wilayah dan Unit Pelaksana Teknis seluruh Indonesia.
Di Kantor Wilayah Banten, kegiatan diikuti oleh Kepala Divisi Pemasyarakatan (Masjuno), Kepala Divisi Administrasi (Sri Yusfini Yusuf), Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM (Andi Taletting Langi) dan Kepala Divisi Keimigrasian (Ujo Sujoto).
"RUU KUHP merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyusun suatu sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda", ujar Wamenkumham membuka paparannya.
Setidaknya, ada 5 (lima) hal yang menjadi Misi dalam RKUHP yang disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM, antara lain:
1. Dekolonialisasi: Upaya menghilangkan nuansa kolonial dalam substansi KUHP lama, yaitu mewujudkan Keadilan Korektif-Rehabilitatif-Restoratif, Tujuan dan Pedoman Pemidanaan (Standard of Sentencing), dan memuat alternatif Sanksi Pidana, misal Pidana Pengawasan dan Pidana Kerja Sosial, jika tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
2. Demokratisasi: Pendemokrasian rumusan pasal tindak pidana dalam RKUHP sesuai Konstitusi (Pasal 28 J UUD 1945) dan Pertimbangan Hukum dari Putusan MK atas pengujian pasal-pasal KUHP yang terkait;
3. Konsolidasi: Penyusunan Kembali ketentuan pidana dari KUHP lama dan sebagian UU Pidana di luar KUHP secara menyeluruh dengan Rekodifikasi (terbuka-terbatas). Tujuannya, menghimpun kembali aturan-aturan yang berserakan untuk dihimpun kembali ke dalam KUHP;
4. Harmonisasi: Sebagai bentuk adaptasi dan keselarasan dalam merespon perkembangan hukum terkini, tanpa mengesampingkan hukum yang hidup (living law);
5. Modernisasi: Filosofi pembalasan klasik (Daad-strafrecht) yang berorientasi kepada perbuatan semata-mata dengan filosofi integratif yang memperhatikan aspek perbuatan, pelaku dan korban kejahatan (pemberatan dan peringanan pidana). (Humas Kemenkumham Banten)